
Jurnalmerahputih.com – Biasa menggunakan tempat yang terbuat dari anyaman Bambu atau yang biasa disebut Bongsan bagi para pembelinya, Tahu Sumedang memang memiliki ciri khas tersendiri bagi pecinta penganan yang sering menjadi rujukan oleh oleh di ketika sedang dalam perjalanan.
Memang, saat ini bukan hanya di daerah asalnya saja, yaitu Kabupaten Sumedang, namun hampir di setiap sudut wilayah khususnya Jawa Barat pasti akan dengan mudah menemukan jenis jajanan ini.
Memiliki cita rasa gurih, asin dan sedikit asem ini, biasanya Tahu Sumedang disajikan dengan penganan lainnya seperti Gorengan jenis Bakwan atau Lontong dalam setiap penyajiannya apabila berada di lokasi tempat jualannya.
Asal Usul Tahu Sumedang
Sahabat Jurnal Merah Putih, kami mencoba menelusuri awal mula atau sejarah dari pembuatan Tahu Sumedang ini. Catatan juga data rujukan yang kami kumpulkan ini dari berbagai sumber telah kami rangkum sebagai berikut.
Bermula dari seorang kalangan Tionghoa yang masuk ke pedalaman Priangan Jawa Barat di awal abad 20 masehi, atau ketika Pemerintah Hindia Belanda sudah rampung membuka rute Jalan Pos Daendels, disini banyak para pedagang yang masuk Bandung juga daerah di pinggirannya. Salah satu wilayah yang terkenal dengan sumber mata air terbagus ialah wilayah timur dari Bandung atau di ke arah Utara Gunung Manglayang dan Selatan Gunung Tampomas.
Wilayah yang terletak diantara dua Gunung tersebut biasa disebut Sumedang, dahulu ketika masih zaman kerajaan Wilayah ini biasa disebut dengan Kerajaan Sumedang Larang. Nah, dari sinilah para pedagang Tionghoa sejak mulai tahun 1920-an sudah banyak yang sudah bermukim di kawasan ini.
Seorang Tionghoa ini bernama Ong Kino dan istrinya yang memulai atau yang menemukan racikan menu tahu tersebut. Berkat kreativitas juga ilmu masak dari pasangan suami isteri ini, terciptalah suatu penganan terbuat dari kedelai lurik yang mirip telur puyuh kelak identik dengan sebutan Tahu Sumedang.
Racikan dan hasil produksinya itu, mereka berdua langsung membuat usaha dagang olahan kedelai tersebut. Sehingga popularitas Tahunya itu semakin banyak dikenal semua kalangan yang ada di seluruh Priangan sampai kota kota di sebelah Utara dari Sumedang.
Tahun demi tahun, Ong Kino beserta istrinya terus menggeluti usaha mereka hingga sekitar tahun 1917, dan anak tunggal mereka bernama Ong Boen Keng untuk melanjutkannya. Ong Boen Keng kemudian melanjutkan usaha kedua orangtuanya yang memilih kembali ke tanah kelahiran mereka di Hokkian, Republik Rakyat Tiongkok.
Pada tahap generasi memasuki pertengahan Abad ke 20, Tahu Sumedang tidak lagi hanya diproduksi oleh keluarga Ong Kino, akan tetapi para pekerja Pribumi yang umumnya terlebih dahulu bekerja kepada tuan Ong Boen Keng setelah memutuskan keluar kerja untuk membuat produksi sampai operasional penjualannya secara mandiri.
Perkembangan Kini
Masyarakat Sumedang tidak lupa dengan warisan kearifan lokalnya, meski penganan asal daerahnya, namun tidak lupa soal siapa yang awalnya mencipta. Nama Ong Boen Keng seolah tidak akan terlupakan dari pikiran orang Sumedang, nama Ong Boen Keng akan tetap dipakai oleh orang Sumedang sebagai identitas Tahu Sumedang.
Sebagai contoh, Jika aslinya di Sumedang namanya sudah pasti bukan ‘Tahu Sumedang’ tapi ada sebutannya tersendiri yaitu ‘Tahu Bungkeng’. Hal ini bisa dilihat dari kedai atau toko yang menjual produknya apabila kita melewati jalur jalur di sepanjang jalanan Kabupaten Sumedang.
Kini, hampir sudah adanya rute yang menghubungkan Sumedang dengan penjuru kota dan daerah lainnya, terutama di Jawa Bagian Barat, Tahu Sumedang sudah menjadi target oleh oleh bagi para wisatawan apabila sedang berada di jalur wisata. Keberadaan Tahu Sumedang memang saat ini bisa ada dimana mana, baik di Kedai Warung pinggir jalan maupun di Pusat Perbelanjaan yang ber AC.
Ikuti terus Jurnal Merah Putih di media sosial kami Instagram dan Youtube. Jurnal Merah Putih akan selalu memberikan informasi – informasi terkini dan bermanfaat.