
Jurnalmerahputih.com – Semenjak Kementerian Pariwisata mengembangkan proyek desa wisata yang merujuk pada konsep sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan, kini dengan terciptanya sarana juga prasarana infrastruktur semakin membuka aksesibilitas atau kemudahan bagi para pelaku kepentingan di daerah pelosok untuk membuka pariwisata berbasiskan pedesaan.
Di sini Kementerian Pariwisata menggunakan pedoman dalam pembangunan destinasi wisata berkelanjutan yang terdiri dari empat kategori, yaitu pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, pemanfaatan ekonomi bagi masyarakat lokal, pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, serta pelestarian lingkungan.
Di antara ribuan desa wisata di Indonesia, berikut tujuh desa wisata yang bisa menjadi percontohan keberhasilan dari konsep sustainable tourism. Data yang kami gunakan sebagian mengambil dari rujukan Kementerian Pariwisata (Sebelumnya Kemenparekraf).
1. Desa Argosari, Kabupaten Lumajang

Argosari adalah desa yang berada di kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, ini berada di kawasan Gunung Bromo ini mayoritas bersuku Tengger. Tujuan utama para pecinta alam yang datang kesini bukan hanya sekedar mencari tantangan alamnya yang menantang, namun Argosari juga masuk ke dalam projek kategori Desa Wisata.
2. Desa Sade, Lombok

Sade adalah salah satu dusun di desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Dusun ini dikenal sebagai dusun yang mempertahankan adat suku Sasak. Suku Sasak Sade sudah terkenal di kalangan wisatawan yang datang ke Lombok.
Dinas Pariwisata setempat menjadikan Sade sebagai desa wisata karena keunikan Desa Sade dan suku Sasak yang menjadi penghuninya. Meski terletak persis di samping jalan raya aspal nan mulus, penduduk Desa Sade di Rembitan, Lombok Tengah masih berpegang teguh menjaga keaslian desa.
Dapat dikatakan, Sade adalah cerminan suku asli Sasak Lombok walaupun listrik dan program Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dari pemerintah sudah masuk ke sana, Desa Sade masih menampilkan suasana perkampungan asli pribumi Lombok.
3. Desa Wae Rebo, Flores

Wae Rebo atau Waerebo adalah sebuah desa adat terpencil dan misterius di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Wae Rebo merupakan salah satu destinasi wisata budaya di Kabupaten Manggarai.
Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012 dengan menyisihkan 42 negara lainnya.[2] Wae sendiri dalam bahasa manggarai artinya ialah “air”. Penulisan waerebo menggunakan 1 kata dan tidak memakai spasi seperti yang ditulis media.
Desa Waerebo sendiri sudah berumur 1200 tahun dan sudah memasuki generasi ke 20. Dimana 1 generasi berusia 60 tahun lamanya.
4. Desa Sumber Brantas, Batu

Sumber Brantas adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa ini merupakan titik paling utara dari Kota Batu.
Di desa ini terdapat mata air Sungai Brantas yang merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo. Mata air tersebut terletak di lereng Gunung Arjuno dan kawasan Taman Hutan Raya Raden Soerjo dimana di dalamnya juga terdapat bumi perkemahan dan pemandian air panas Cangar.
Di sekitar mata air panas Cangar terdapat gua-gua buatan yang dibangun pada masa pendudukan Jepang.
5. Desa Penglipuran (Bali)

Desa Penglipuran masuk dalam 100 besar Destinasi Berkelanjutan versi GGDD. Bahkan, desa wisata yang terletak di Bangli, Bali ini dinobatkan sebagai Desa Terbersih di dunia.
Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan di Desa Penglipuran lahir dari aturan adat desa. Salah satu aturan yang menarik adalah larangan menggunakan kendaraan bermotor pada area desa. Tujuannya adalah menjaga kebersihan udara di Desa Penglipuran sebagai bentuk pelestarian lingkungan.
Selain itu, aturan adat juga mengatur soal tata ruang Desa Penglipuran, yaitu konsep Tri Mandala. Tata ruang adat ini membuat Desa Penglipuran tampak lebih rapi dan tertata.
6. Desa Kete Kesu, Toraja

Kete Kesu adalah suatu desa wisata di kawasan Tana Toraja yang dikenal karena adat dan kehidupan tradisional masyarakat dapat ditemukan di kawasan ini.
Di dalam Kete Kesu terdapat peninggalan purbakala berupa manusia purba yang biasa disebut oky kete kesu yang berasal dari salodong dan mempunyai adik kembar nunang tongkonan.
Selain itu juga terdapat berupa kuburan batu yang diperkirakan berusia 500 tahun lebih. Di dalam kubur batu yang menyerupai sampan atau perahu tersebut, tersimpan sisa-sisa tengkorak dan tulang manusia.
Hampir semua kubur batu diletakkan menggantung di tebing atau gua. Selain itu, di beberapa tempat juga terlihat kuburan mewah milik bangsawan yang telah meninggal dunia.
7. Desa Kanekes, Lebak

Kanekes adalah sebuah desa di kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten. Desa ini dihuni oleh orang Kanékés atau masyarakat Badui yang merupakan suku Sunda asli dari Banten.
Berwisata masuk ke area Suku Baduy di Desa Kanekes memang diperbolehkan. Tapi Sobat Jurnal Merah Putih perlu memahami jika tidak semua kawasan di Desa Kanekes boleh dimasuki sembarang orang, terutama orang dari luar Baduy. Selain itu, ada juga beberapa peraturan adat Suku Baduy yang wajib dipatuhi oleh wisatawan.
Satu peraturan yang wajib ditaati saat berkunjung ke kawasan Baduy adalah menghindari penggunaan teknologi. Seperti ponsel, radio, speaker, tablet atau laptop, dan berbagai alat teknologi lainnya. Di samping itu, juga dilarang untuk tidak memotret di kawasan dan masyarakat Suku Baduy tanpa izin. Hal ini tentunya berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Suku Baduy yang menentang penggunaan teknologi, dan masih sangat menghargai dan menjaga alam.
Demikian tujuh destinasi Desa yang mesti Sahabat Jurnal Merah Putih datangi. Bukan hanya saja menikmati kearifan lokalnya saja, namun bakal ada hal hal unik lainnya jika sudah mendatangi Desa Desa tersebut.
Ikuti terus Jurnal Merah Putih di media sosial kami Instagram dan Youtube Jurnal Merah Putih akan selalu memberikan informasi – informasi terkini dan bermanfaat.